Catatan Pandangan Gunung Agung
Salam Lestari!
Selamat membaca catatan perjalanan Pendakian Gunung Agung.
Jumat, 16 Agustus 2024
Pukul 09.00
Titik kumpul Indomaret Jl. Gatot Subroto Denpasar.
Saya, Fauzi, Mas Effendi, dan Mas Galih bertemu.
Sholat Jumat di Musholla An-Nur, Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem BaliPukul 12.00
Melanjutkan perjalanan ke Musholla Annur di Rendang Karangasem untuk Sholat Jumat. Kami bertemu dengan Mas Nurca, pendaki yang sudah turun. Beliau merekomendasikan untuk lewat jalur Taman Edelweis. Kami berdiskusi mengenai jalur pendakian dan sampai pada akhirnya sepakat untuk melalui jalur tersebut.
Pukul 14.00
Mas Opick datang dari Kota Bangli. Kami bergegas menuju Taman Edelweis melalui area Pura Besakih. Setelah sampai, kami membayar tiket masuk sebesar 60.000 / orang. Kami bertemu penjaga Jalur Pendakian Taman Edelweis, beliau bernama Pak Mangku. Beliau menyarankan untuk menggunakan guide dengan biaya sebesar Rp 200.000 / orang. Juga terdapat Ojek dari Parkir menuju Pos 1 dengan Biaya 50.000 / orang. Untuk meminimalisir biaya kami tidak menggunakan jasa guide. Kata Pak Mangku hal ini masih bisa ditoleransi mengingat sedang HUT RI, jadi gunung sedang ramai-ramainya. Sedangkan untuk jasa ojek kami juga tidak menggunakan.
Kami memutuskan hanya membawa satu tenda saja. Sebelumnya ada 7 orang yang ingin ikut, namun 2 peserta mengundurkan diri. Jadi tinggal 5 orang saja yang memutuskan pendakian bersama.
Pukul 15.00
Tim pendakian Gunung Agung mulai berangkat dari Parkiran menuju Pos 1. Doa kami panjatkan semoga sampai puncak dan kembali dengan selamat. Kanan kiri banyak vegetasi hijau dan tentunya taman bunga edelweis.
Pukul 16.00
Kami tiba di Pos 1. Kami memutuskan untuk Sholat ashar secara bergantian. Cuacanya sedang gerimis disertai kabut tebal. Ketinggian 1509 MDPL.
Pukul 18.00
Kami menuju Pos 2 dengan ketinggian 1800 MDPL. Sama sekali tidak terlihat jejak pendaki, sepertinya memang kami adalah rombongan terakhir yang mendaki.
Pukul 19.00
Kami tiba di Pos 3 dengan ketinggian 2026 MDPL. Jalur terjal sudah banyak terlewati. Nafas sudah kembang kempis. Kaki sudah beberapa kali keram. Untung saja Mas Effendi membawa hot cream, ini sangat membantu mengurangi nyeri dan keram.
Pukul 21.00
Kami tiba di Pos 4 dengan ketinggian 2275 MDPL. Medan sangat terjal dan melelahkan. Saya banyak ambil istirahat dan dehidrasi. Satu botol air 1,5 liter ludes habis. Kami memutuskan untuk membuka perbekalan. Kami mempersiapkan tempat sholat untuk jama' qoshor takhir maghrib-isya'. Peralatan memasak dikeluarkan dan mulai merebus air untuk menghangatkan 5 porsi siomay cak usih dan telur yang sudah direbus sebelumnya oleh Mas Opick. Selain itu kami juga menikmati wedang susu jahe dan api unggun seadanya dari ranting dan sampah sekitar. Setelah semua beres, kami tidur di Pos 4 dengan beralaskan matras dan sleeping bag.
Sabtu 17 Agustus 2024
Pukul 00.30
Kami terbagun oleh pendaki yang melintasi Pos 4. Kebanyakan dari mereka tidak menginap, alias "tektok". Udara dingin sangat menusuk kulit terutama jari tangan dan kaki kami.
Pukul 02.00
Kami sampai di Pos 5. Di Pos ini adalah camping ground. Banyak tenda-tenda yang sudah berdiri. Sepertinya mereka berangkat dari pagi hari dan tiba sebelum matahari terbenam. Kami dapat tempat mendirikan tenda diujung tepi jurang. Kami istirahat lagi disini sambil menunggu waktu shubuh.
Pukul 05.30
Kami melanjutkan untuk summit attack atau perjalanan menuju puncak sejati Gunung Agung. Semua peralatan yang memberatkan kami tinggal di dalam tenda. Perjalanan kali ini memerlukan energi ekstra karena pendakian semakin menukik. Melalui jalur hutan, jalur bebatuan, dan jalur berpasir.
Pukul 07.00
Perjalanan terjal melalui jalur bebatuan. Sementara angin mendayu-dayu membuat rasa kantuk muncul. Mata harus teliti mana batu yang kuat sebagai pijakan.
Pukul 09.00
Jalur bebatuan telah usai. Saatnya melalui jalur berpasir. Orang-orang menyebutnya punggung naga. Jalurnya naik turun dengan lebar jalan dua meter. Kanan kiri adalah tebing curam disertai angin kencang. Fokus adalah kunci keberhasilan jalur ini.
Pukul 10.00
Akhirnya tiba di puncak sejati. Disini kami harus antri untuk mendapatkan momentum foto dengan plakat 3142 MDPL.
Pukul 12.00
Kami turun menuju Pos 5. Jalur yang tidak mudah. Satu tracking pole harus kandas karena saya terpeleset di jalur bebatuan, untung saja masih selamat.
Pukul 14.00
Istirahat di Pos 5. Kami menjamak qoshor awwal untuk dzuhur dan ashar. Memakan sisa sisa persediaan makanan. Kemudian bersiap untuk turun gunung dengan tas carrier yang cukup berat.
Pukul 15.00
Tantangan turun adalah jari kaki, lutut, dan paha yang dipaksa menopang beban tubuh. Sementara jalur turun benar-benar sangat menantang. Belum lagi persediaan air sangat tipis, yaitu 1/4 botol ukuran 1,5 liter. Beberapa kali harus terpeleset dan terjatuh. Akhirnya tracking pole kedua bengkok dan sarung tangan kiri sobek tersangkut ranting pohon. Adrenalin sangat diuji disini. Semua berlomba untuk segera turun sebelum matahari terbenam.
Pukul 17.00
Saya tiba di Pos 2. Energi sudah habis-habisan. Hanya tersisa mental saja untuk terus berjalan. Fauzi menyarankan untuk pesan ojek saja ketika tiba di Pos 1, tanpa pikir panjang saya iyakan saja. Kemudian Fauzi turun duluan sementara saya mengumpulkan kepingan-kepingan kekuatan untuk turun.
Pukul 18.00
Saya tiba di Pos 1. Suasana mulai gelap dan kabut mulai menghalangi pandangan. Tas carrier saya lepas dan mencari-cari apakah ada air disekitar. Ternyata ada air di botol yang tersisa di tumpukan sampah. Saya perhatikan dengan kasat mata, yang satu sudah ditumbuhi uget-uget sementara yang satu masih bersih dan tidak berbau. Tanpa pikir panjang saya minum saja.
Pukul 18.30
Ada satu pendaki yang muncul turun. Beliau mendaki bersama 2 orang lainnya dan beristirahat di Pos 1. Kami sedikit berbincang dan saya minta tolong sampaikan kalau ada ojek untuk saya dan 2 orang diatas. Beliau kemudian melanjutkan perjalanan.
Pukul 19.00
Saya bertemu dua pendaki yang sampai di Pos 1. Kami berbincang sambil saling menghidupkan smartphone. Namun naas tidak ada signal. Saya mengajak untuk berjalan, namun mereka sudah menyerah. Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu. Tidak lama kemudian ojek muncul.
Pukul 20.00
Ternyata tukang ojek ini adalah anaknya Pak Mangku. Namanya Bagus, seorang siswa SMK Pariwisata di sekolah dekat sini kelas 10. Anaknya masih muda tapi sangat lihai menyetir motor di area pegunungan. Jalur motornya memang tidak begitu landai, tapi tetap saja bermedan tanah yang cukup licin dengan kanan kiri jurang. Belum lagi beberapa kali saya minta berhenti karena kaki keram. Bagus cerita bahwa jalur motor ini dibuat secara swadaya oleh kelompok desa. Bagus orangnya sangat ramah dan ceria, banyak ide-ide menarik yang ada di kepalanya. Semoga kedepannya Bagus, Pak Mangku, beserta tim nya bisa mengembangkan pariwisata yang lebih baik lagi di Jalur Pendakian Taman Edelweis.
Pukul 20.30
Saya tiba di parkiran. Teman-teman saya langsung memberi saya air dan jajan. Memang dehidrasi benar-benar menyita energi. Saya beruntung dikelilingi orang-orang baik dan saling peduli. Saya membayar Bagus dengan 100.000 rupiah. Saya pikir itu setimpal dengan resiko dan pengalaman Bagus yang sebagi wakamsi atau local boy.
Dengan ini, berakhir sudah catatan perjalanan gunung agung dalam Rangka Libur HUT RI Ke-79.
Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada rekan seperjuangan. Kepada Fauzi, Mas Fendi, Mas Galih, dan Mas Opick yang mau membersamai mendaki sampai di puncak sejati. Maafkan saya yang lambat dan banyak mengeluhnya. Benar-benar pelajaran berharga bagi saya kedepannya. Terima kasih kepada Pak Mangku dan tim yang sudah menyambut dan mengizinkan pendakian kami. Terima kasih kepada Gunung Agung beserta alamnya yang sangat indah dan rupawan.
Salam hangat,
Salam Lestari,
www.kulomaul.com
Posting Komentar untuk "Catatan Pandangan Gunung Agung"